KITA BERTEMU LAGI, AKHIRNYA...

27.7.18




KITA BERTEMU LAGI, AKHIRNYA.


Di dua kursi dan satu meja di tengah kita
Aku ingat pertemuan terakhir kita
Sedang bertengkar hebat, lalu diam tak bicara
Tak ada kata maaf yang terucap
Pun selamat tinggal tak pernah terdengar
Hanya ada kata
Cukup sudah...


Ada suatu masa, manakala hanya sesak yang membuncah di dada. Kau dan aku duduk di ruang yang sama; tetapi kita tidak sedang satu frekuensi. Aku, begitu ingin menyentuh, merengkuh punggungmu, menangis tersedu, dan rebah di dadamu yang biasa nyaman. Namun, kau tahu, seluruh tubuhku enggan. Otot yang terlampau kaku, barangkali juga soal nyali yang mundur satu per satu.


Hingga kemudian, satu sentuhan saja terasa begitu tajam seperti belati. Kita membeku bersisian. Untuk yang pertama, keheningan yang kita puja, menyakiti sebegitunya. Embusan karbondioksida menelan habis semua kata-kata. Memberangus seluruh isi hati yang ingin meledak, menjadikan kita terlampau remuk di dalam. Padahal hidup senantiasa menuntut untuk berlagak seperti biasa. Seolah manusia tidak pernah tidak apa-apa.


Setelahnya, entah kau, aku, atau justru kita berdua ingin pergi. Berjudi dengan segala kemungkinan jika tidak bertemu lagi. Kembali pada hidup yang setidaknya akan berlanjut begitu-begitu saja, lalu melepaskan keinginan hati yang telah lama kita biarkan terpatri. Sama-sama berdamai dengan kehilangan, padahal sungguh--tiada yang lebih nyeri dari merelakan mimpi yang pelan-pelan kita upayakan sendiri.


Lalu pergi saling membelakangi diri
Menoleh untuk terakhir kali tak kita lakui
Benci memeluk diri...


Dan kita memilih pulang. Tanpa salam perpisahan atau sekadar hati-hati di jalan. Pun berkali-kali dengan rasa marah, sebab segala yang kita pikir rumah, ternyata mudah sekali menyerah. Ada kata pergi yang kita rapal lebih dari satu kali. Bikin malam selanjutnya terasa sungguh sesak, hingga kita tahu--atau setidaknya aku yang tahu, tak ada satu malam pun terlewat tanpa mengingatmu. Menerka kabar dan diam-diam berdoa, apa pun yang akan direstui semesta, semoga kau selalu baik-baik saja.


Namun masing-masing kamar kita telah menjadi saksi
Siapa nama yang kita tangisi?
Dan bingkai mana yang kita peluk berulang kali
Hingga jatuh air mata ke dasar
Hingga menggenang...



Lalu yang kuingat, kegelisahan menyelimuti. Membuatku terus mengucap mantera: semoga sinyalku sampai padamu. Semoga seluruh suara hati ini berbisik di telingamu.


Rindu yang kita tangisi
Haruskah menipu diri?
Dan kabar yang diam-diam kita curi...


TAPI ADA SUATU MASA, kita tersenyum lama. Memandang tiada henti satu sama lain. Memeluk. Bersyukur atas pertemuan, atas hidup, atas jalan semesta yang tidak pernah bisa tertebak. Terasa seperti surga; dan hati sungguh bahagia. Kita, frekuensi yang sempat berbeda, memutuskan untuk kembali bertemu. Puluhan jam penuh duka, resah yang tidak nyaman, mengirimkan sinyal rinduku padamu. Semoga tetap seperti ini, semoga terus setenang ini.



Kita bertemu lagi, akhirnya,

Siapa peduli cerita di baliknya J




KFC Lenteng Agung,
28 Juli 2018, 01:38
577 hari setelah pertemuan pertama kita.

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe