TITIK BATAS
4.4.18
BAPAK BILANG, hidup manusia adalah roda yang berputar. Tidak melulu senang, meski sumpah mati
kau ingin mengusahakan demikian. Ada kalanya, kesedihan datang berturut-turut
serupa pusaran. Sesekali kita mampu bernapas lega. Di lain waktu, terjebak,
terjerembap. Tidak bisa keluar atau ke mana-mana. Kesedihan tidak bisa berhenti
datang.
Namun, aku
percaya, selalu ada saatnya manusia harus menerima kejatuhan. Setiap orang
memang dirancang menghadapi perangnya masing-masing. Melihat dan mengalami langsung
dunianya jungkir balik, atau jika perlu sampai hancur lebur. Bahkan perangmu
tidak senantiasa adil. Ada masanya kau akan dibuat kalah dan merasa begitu dicurangi
Hidup. Harus demikian dan tidak bisa tidak. Sebab seperti itu, arus takdir
harus mengalir.
Aku melihat ada
banyak kesusahan yang datang. Seberapa pun remehnya itu, kita tidak tahu
apa-apa soal “perang” mereka. Tentu, aku tidak bisa selamanya membantu. Namun,
melihat mereka sanggup berdiri, sekadar tersenyum (meski itu sulit luar biasa),
dan kembali menata masa depannya satu per satu, itu sudah sangat melegakan.
Sebab aku kenal ada satu orang yang
menyerah. Dan melihatnya menyerah, entah kenapa jadi sangat menyakitkan.
KALI INI, perangku--atau
mungkin hanya sekadar “permainan” Sang Hidup, sampai padamu. Setelah sekian
lama, kini aku merasa begitu kalah. Kepalaku ingin berhenti, meski kau tahu,
kau selalu tahu, hatiku tidak. Semuanya telanjur melelahkan, apalagi ketika aku
harus melihatmu menyerah, lagi dan lagi.
Tidak ada yang
pernah tahu betapa beratnya mendorong batu besar. Telah lama kugali pasak-pasak
yang membebanimu di Bumi. Membabati belukar dengan parang sekalipun tangan dan
kakiku luka. Namun, kini kita sama-sama tahu. Halangan bukan hanya sekadar
pasak berat yang menggelayuti, belukar yang merambati jalan, atau sulitnya
mendaki di naik-turun medan berlumpur. Yang menahanmu, justru kakimu sendiri.
Dan tahu apa hal
yang jadi paling menyakitkan? Ketika aku menyadari, ini semua adalah perangmu.
Bukan perangku. Bukan tugasku memenangkan atau sekadar menjalaninya tanpa mau sedikit pun
menyerah. Di luar sana, aku bahkan juga memiliki perang. Perang yang belum kuhadapi; atau kini jadi begitu takut kuhadapi. Sebab aku merasa tersesat sendirian. Aku benar-benar sendirian.
Lalu bagaimana bisa aku merasa sedemikian
kalah pada perang yang memang bukan milikku?
0 komentar