Catatan Toilet
6.9.18
Sudah tidak apa.
Kalau orang-orang di luar sana tidak bisa memahamimu, ya sudah. Jangan
dipaksakan. Jangan pula terlalu keras memaksa dirimu mengikuti standar mereka.
Toh, kita sama-sama tahu, pernah sama-sama hidup menuruti segala hal yang
mereka sebut itu baik dan menjauhi seluruh hal yang mereka sebut itu buruk. Namun,
seiring berjalannya waktu, aku dan kamu pun sadar, baik-buruk hanyalah relatif.
Kebahagiaanmu, tidak sama dengan kebahagiaan mereka. Tentu saja berjuang untuk
kebahagiaan orang itu baik, tapi, kalau sampai menggilas habis kebahagiaanmu,
buat apa?
Aku tahu
orang-orang di luar sana mengecewakanmu. Mengkhianati kepercayaanmu, memadamkan
binar-binar cahaya yang dulu pernah ada di matamu. Kamu bisa marah, kamu bisa
menangis, kamu bisa membenci. Namun, jangan terlalu lama, ya. Jangan terlalu
penuh mengisi hatimu dengan bara api. Mungkin bekas lukamu sulit hilang, tapi semua
orang juga mengalaminya, kan? Kamu tidak sendirian. Apalagi kamu tahu, sering
kali luka adalah siklus panjang yang menular. Sepahit-pahitnya, kamu tidak
ingin menjadi bagian dari rantai duka, kan? Sesakit-sakitnya, jalan terbaik
yang bisa kamu pilih adalah dengan memaafkan. Sebanyak-banyaknya.
Aku tahu,
akhir-akhir ini kamu berbuat kesalahan besar. Soal mengulur waktu yang
membuatmu tidak bisa bahagia dengan tenang dan lepas. Aku bahkan tahu, kamu sudah
berkali-kali meminta maaf padaku. Aku ingat betul, kamu pernah bercerita soal
sekian banyak nama yang mampir di kepalamu, yang sungguh kamu khawatirkan
terdampak kesalahanmu. Namun, hei, aku sudah memaafkan, kok. Barangkali mereka
juga.
Aku tahu kamu
punya banyak rencana besar, mulia, dan aku sungguh-sungguh melihat kamu selalu
berusaha keras untuk mewujudkannya. Terima kasih karena kamu selalu memikirkan
orang lain. Terima kasih, karena setidaknya kamu menyadari--dunia ini bukan untukmu
saja. Tidak apa jika kamu merasa secepat apa pun kamu bergerak, segalanya tidak
beranjak ke mana-mana. Tidak apa jika kamu merasa semua jadi sia-sia, sebab
tidak ada satu pun yang menghargai usahamu. Tidak apa jika kamu sakit, sebab orang
yang kamu perjuangkan sebegitunya, justru memandangmu remeh dan menganggapmu
tiada. Tidak apa, bahkan jika kamu lelah bekerja dalam diam. Tidak apa.
Tidak apa.
Tetapi jangan
berhenti. Jangan biarkan seluruh kemarahan dan rasa bersalahmu menghilangkan
dirimu sendiri. Ayo, ini tidak seperti kamu yang kukenal. Sedikit lagi.
Semuanya tinggal sedikit lagi. Kamu tahu segalanya mungkin, kan? Sekecil apa
pun harapan itu, kamu tahu segalanya mungkin, kan?
Jika perlu,
ambillah ruang. Menepilah sebentar. Buatlah jarak. Toh, memberi jarak pada
dirimu sendiri bukanlah sesuatu yang buruk. Setelahnya, selesaikan semua
bagianmu. Aku tahu kamu tahu, kamu punya orang yang tidak pernah meninggalkanmu
sendirian. Dan kalaupun dia pergi, masih ada aku. Aku yang mengenalmu luar-dalam.
Aku yang tidak akan pernah meninggalkanmu sendirian.
Jadi, hei kamu.
Kamu yang ada di depan cermin. Kamu yang mengenali setiap inci wajahmu.
Berjanjilah padaku, ini hari terakhir kulihat gurat duka menggenangi matamu. Segalanya
akan baik-baik saja, selama kamu yakin dirimu baik-baik saja. Aku memang tahu
kamu tidak sedang baik-baik saja, tapi sepercik semangat saja, aku yakin
senyummu akan kembali mengembang.
Jangan menyerah, ya. Terima kasih karena sudah tumbuh seperti ini. Terima kasih karena semua yang sudah kamu hadapi, tidak membuatmu berhenti dan membenci. Terima kasih karena sudah banyak memaafkan. Terima kasih karena kamu sudah menyayangi dalam diam. Terima kasih selalu ada untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tertunda.
Terima kasih untuk
semua senyum, tawa, dan harapan yang kamu berikan, sebisamu pada orang lain.
Kita tahu, segalanya tidak akan pernah sia-sia.
Jangan menyerah.
Melajulah.
0 komentar