Malam Kembang Api
12.11.18Sekali lagi, malam kembang api tidak abadi. Seluruh irama keras yang menghentak, atau ledakan cahaya yang menyilaukan--tak akan kau nikmati sepuasnya. Mereka musnah dalam satu kedipan mata; meski kau mengharapkan ada selamanya.
Tak peduli berapa tegukan bir
yang kembali menghangat; atau renyah tawa dan nestapa yang terbagi di udara--seluruh
ingar bingar ini tidak lagi bermakna.
Sebab
kelak, setelah percik warna menghilang di balik kabut angkasa; kau akan ingat aku.
Jangan lagi sibuk menengadah ke
angkasa. Yang kau tunggu tidak lagi datang; hanya akan bikin pegal dan nyeri yang berlanjut kemudian. Kembalilah satu,
dua, sepuluh tahun lagi. Toh, seluruhnya akan tetap sama. Kecuali jika kau
dapati satu bohlam lampu di hadapanmu yang tidak lagi menyala, dan semuanya sudah
kadung terlambat.
Akulah bohlam lampu di kotamu. Yang mengusir gelap, pelan-pelan. Bersinar
konstan, bergurat putih-jingga yang menjemukan. Tidak menyentak seperti dentam
ledakan, atau memberi serpih sinar aneka warna yang membuatmu berbinar. Yang
itu-itu saja. Namun kau tahu, selalu
ada.
Aku tidak cepat hilang atau berganti
asap. Meski kita sama-sama tahu, tidak bakal ada cahaya yang bertahan
selamanya. Cahayaku sering redup. Mungkin juga terlampau kecil, sehingga
sesekali kau jengah dan berkendara mencari kembang api baru. Mencari
cahaya yang meletup-letup, mampu bergerak, meloncat, terbang seirama denganmu.
Menemukan hal-hal yang bukan aku untuk bikin
adrenalinmu kembali berdenyar.
Namun, itu tidak apa-apa. Kelak,
tidak peduli sepedih apa pun itu, pada akhirnya kita akan menerima:
sebaik-baiknya luka, adalah yang mampu mendatangkan bahagia. Kau selalu tahu,
tidak ada hal yang lebih penting selama ini--selain menyaksikanmu dan orang-orang
yang kusayangi menemukan jalan bahagia. Menikmati malam, sekalipun itu gelap.
Merasa aman dan ada teman, sekalipun kita tidak tahu apa-apa soal jalan di
depan,
atau sekalipun aku tidak demikian, sebab
ini sudah cukup.
Namun kini, cahayaku tidak seterang
dulu. Aku tidak lagi bisa menunjukkanmu jalan terang; sebab aku sendiri
menggapai-gapai di dalam gelap. Urat-urat penyambung dayaku kerontang, telah
lama tidak diisi arus yang mengejutkan. Sudah
lama pula kembang api tidak ikut menyala dalam hati kita.
Percayalah tanpa perlu kau pergi jauh-jauh, aku ingin membuatmu jadi anak kecil yang bersorak girang menemukan kembang api. Telah lama kucoba menciptakan kejutan sinar warna-warni; memecah tubuhku hingga wujud serpih agar setiap dari mereka bisa berpijar mejikuhibiniu dan bertahan tidak sebentar; menyalakan lagi dentum ingar bingar yang kuharap mampu mendebarkanmu, sekalipun pelan-pelan itu membuatku makin retak.
Aku ingin selamanya berusaha. Tetapi retak ini tidak tertahan. Kulakukan sekali lagi, maka tubuhku hancur sudah. Puing-puing harapan melayang, menjadi satu dengan asap dan serpih hangus di atmosfer.
Percayalah tanpa perlu kau pergi jauh-jauh, aku ingin membuatmu jadi anak kecil yang bersorak girang menemukan kembang api. Telah lama kucoba menciptakan kejutan sinar warna-warni; memecah tubuhku hingga wujud serpih agar setiap dari mereka bisa berpijar mejikuhibiniu dan bertahan tidak sebentar; menyalakan lagi dentum ingar bingar yang kuharap mampu mendebarkanmu, sekalipun pelan-pelan itu membuatku makin retak.
Aku ingin selamanya berusaha. Tetapi retak ini tidak tertahan. Kulakukan sekali lagi, maka tubuhku hancur sudah. Puing-puing harapan melayang, menjadi satu dengan asap dan serpih hangus di atmosfer.
Sementara
satu per satu ingatan turun sederas hujan di bulan November.
Suatu saat, kau akan mengerti. Meski
malam tahun baru akan kembali sepi; atau kau minta saja hari berhenti--arus
hidup harus terus mengalir. Aku ingin kau tetap hidup, melompat-lompat senang,
menari dan berjingkrak menikmati dentum yang keras dan cepat. Aku ingin
kau bercahaya.
Maka ingat dan lihatlah aku saat
malam dari puncak bukit tertinggi di kotamu. Pada malam tahun baru, manakala
percik kembang api memenuhi cakrawala matamu.
Ingatlah, harapanmu tidak akan habis. Sekalipun warna-warni kembang api hilang secepat kedipan mata. Sekalipun kau hentikan dongakan lehermu ke angkasa sebab menunggu dan berharap itu sama-sama melelahkan.
Ingatlah, harapanmu tidak akan habis. Sekalipun warna-warni kembang api hilang secepat kedipan mata. Sekalipun kau hentikan dongakan lehermu ke angkasa sebab menunggu dan berharap itu sama-sama melelahkan.
Percayalah,
ketika segalanya sudah meninggalkanmu, kau akan mengingatku.
Ketika kau tahu tidak lagi sendirian, sebab di hadapanmu ada ratusan atau mungkin ribuan bohlam lampu kota yang menyala. Bersinar konstan, bergurat putih-jingga yang menjemukan. Tidak menghentak seperti dentam ledakan, atau memberi serpih sinar aneka warna yang membuatmu berbinar. Yang itu-itu saja.
Ketika kau tahu tidak lagi sendirian, sebab di hadapanmu ada ratusan atau mungkin ribuan bohlam lampu kota yang menyala. Bersinar konstan, bergurat putih-jingga yang menjemukan. Tidak menghentak seperti dentam ledakan, atau memberi serpih sinar aneka warna yang membuatmu berbinar. Yang itu-itu saja.
Namun, kau tahu, aku selalu ada.
Aku selalu ada.
Aku selalu ada.
0 komentar