Harapan
6.2.19
Harapan membuatmu
hidup. Mau terus berusaha, menelusuri setiap celah, berusaha masuk, sekecil apa
pun pintu yang kamu temukan. Harapan membuatmu punya pandangan tentang
lonjakan-lonjakan senang di kemudian hari. Harapan membuatmu tersenyum,
sekalipun hanya membayangkan; kebahagiaan macam apa yang akan menghampiri, jika
kamu tidak mau menyerah.
Harapan membuatmu
bertahan. Meski sakit, sedih, susah, khawatir, tidak nyaman, lelah, kini terasa
melingkupi duniamu. Harapan membuatmu merancang segala upaya, yang kamu pikir dapat
menyenangkan semua orang. Harapan membuatmu tahu, setidaknya kamu bisa
melakukan sesuatu untuk orang-orang yang kamu cintai.
Harapan membuatmu percaya. Di kemudian
hari, semua kerja kerasmu akan terbayar. Titik terang akan terlihat. Penantian
panjangmu tidak akan sia-sia. Segala sakit yang mengelilingimu, orang-orang
yang melukaimu, hidup yang seakan membencimu, mereka yang tidak mencintaimu
balik apalagi untuk selamanya--pada akhirnya akan menoleh padamu. Melihat semuanya.
Menyadari semuanya. Dengan begini, suatu saat kamu mungkin akan benar-benar
bisa mengerti rasanya dicintai. Balik. Oleh orang yang kamu cintai.
Hatimu selalu
terbuka pada harapan-harapan baru. Sekalipun itu tidak terlihat. Atau, sekalipun
ada banyak pintu tertutup dan matamu selalu bisa menangkap terang. Kamu tidak
bisa berhenti, sekalipun lelah menggapai-gapai. Sekalipun cuma kamu sendiri
yang berjalan di dalam gelap. Sekalipun sebenarnya kamu juga cemas, takut,
sedih, dengan apa pun yang mungkin ada di balik pintu masa depan. Kamu tidak
bisa berhenti. Mengapa tidak pernah bisa berhenti?
Dan suatu ketika,
semua harapan itu membuatmu tidak siap. Tidak siap untuk kegagalan. Kejatuhanmu
terasa begitu sakit. Jadi terlampau nyeri, sebab kamu pikir, bukan ini yang
seharusnya kamu terima setelah meniti keras perjalanan panjang. Sakit tidak
pernah mau berhenti mengelilingimu. Orang-orang tidak kunjung lelah melukaimu.
Hidup tetap membencimu, dan mereka yang kamu cintai begitu dalam selamanya,
ternyata tidak mencintaimu balik, apalagi untuk selamanya.
Mengapa kemujuran
tidak datang pada orang yang begitu keras berusaha? Mengapa harapan tidak
melakukan saja hal yang semestinya: memberikan titik terang apalagi untuk orang
yang sudah berjuang sangat keras? Mengapa orang yang selama hidupnya selalu
berusaha untuk melakukan apa pun yang tidak menyakiti orang lain, justru mendapatkan
sebaliknya?
Segalanya mungkin
akan jadi lebih mudah, jika kamu tidak berharap. Tidak ada yang perlu kamu
tunggu-tunggu, setelah penantian panjang. Tidak ada imaji kebahagiaan yang
memenuhi pikiran, setelah perjalanan berakhir. Semuanya tidak ada; dan karena
tidak ada--kamu mungkin bisa mengantisipasi semua sakit dan rasa kehilangan.
Kamu mungkin akan bersikap biasa saja, menikmati hidup, tetap bersenang-senang,
tidak pernah merasa lelah--sebab kamu memang tidak melakukan apa-apa. Namun,
bagaimana bisa kamu bisa terus hidup tanpa harapan? Bagaimana bisa kamu bahagia
tanpa harapan? Bagaimana bisa kamu bertahan dan tetap mencintai sepenuh hati
orang-orang yang kamu kasihi?
Bisakah kamu tetap
memiliki harapan, melanjutkan hidup, tanpa harus berharap? Bisakah?
0 komentar