Saya bukan orang paling berani di muka bumi. Namun, ada kalanya, saya ingin mencoba semua kemungkinan. Menerobos semak beranting tajam untuk tahu ruang di dalamnya. Mengayuh sepeda kuat-kuat lalu meluncur dari turunan hanya untuk rasakan serunya menantang adrenalin. Pergi ke ujung gang sempit untuk mengintip hal-hal di balik tembok yang belum saya ketahui.
Saya tidak takut luka. Goresan
ranting tajam di lengan; bonyok di
dengkul; atau omelan keluarga karena saya hilang—tidak akan menyakiti saya.
Perasaan serupa, yang ternyata tetap saya bawa hingga kini; meski sering kali
saya begitu lelah sehingga nyali nyaris ciut untuk menghadapi beragam
kegagalan, penolakan, atau kata ‘tidak’
yang buram setelah sekian lama menunggu dan mungkin sia-sia.
Sebab jika gagal lagi, lalu
apa? Toh, kegagalan di masa kini hanya akan terjadi sekarang. Saya percaya, ada
banyak hal di masa depan menunggu. Semua kegagalan, perlahan dapat memantapkan langkah, menyambut hal-hal di depan. Dan apa yang ada di depan, tak mungkin
mampu kita tebak-tebak. Sebab sering terjadi, yang kau harapkan tidak akan
datang; yang tidak kau harapkan karena kau rasa terlampau tinggi, justru hadir
mendadak di depan mata.
Saya sudah merelakan banyak hal untuk ada di sini. Jika perlu merelakan lagi untuk bertumbuh dan 'lulus ujian', selalu, itu yang akan saya ambil. Setidaknya, saya sudah mencoba. Melakukan bagian yang saya mampu. Memberikan segala, sesuai standar minimal dan prosedur ‘menjadi manusia’ yang saya miliki. Sekalipun akhirnya luka; dan sering kali pahit, sebab banyak orang tidak mampu memperlakukan orang dengan tepat.
Namun, tidak apa-apa. Ada hal-hal yang tidak
saya tahu tentang mereka. Dasar gunung es, luka-luka, trauma, ingatan buruk;
yang kini saya pahami—sebegitu sulit untuk dihadapi sendirian.
Sekarang, saya memahaminya. Saya menerima dan memaafkan segala situasi yang terjadi.
Maka untuk semua hal-hal yang
terasa buruk saat ini; keputusan dan kemungkinan-kemungkinan berat, tetapi
harus dicoba; kepahitan-kepahitan yang mungkin akan berlangsung detik ini,
sehari, atau dua hari mendatang; rasa rindu atau justru sayang yang belum
terbalas; kenyamanan-kenyamanan yang akan berhenti datang; perasaan tenang yang
berantakan, tetapi saya yakin akan berangsur pulih; saya merelakan. Saya siap
untuk menerima, memproses, mengambil pelajaran, lalu menyimpannya untuk hal-hal
tak tertebak di masa depan.
Sudah saatnya kembali
mendengarkan, mengejar, dan menempatkan diri dalam situasi yang sesungguhnya
layak kita dapatkan.