Oratio

21.11.20

 

pada satu waktu, kepalamu penuh kupu-kupu
matamu bunga-bunga, begitu merah, rekah.
tetapi di sana, Sayang, kulihat surga yang kehilangan telaga
tak lagi ada binar-binar serigala yang menyala,
yang gairahnya rupa-rupa.
 

jangan sentuh, suatu malam, kau minta aku berhenti.
sebab masa lalu dan masa kini, berkali-kali seperti gerimis yang cepat datang lalu hilang 
tetapi percayakah kau, sejak itu, telah lama kutelusuri hutanmu untuk segala pertanyaan?
untuk setiap andai-andai yang dengan sesal kulemparkan saja pada yang maha pencipta?


karena barangkali, tak seperti Petrus, aku telah menyangkal hal-hal lebih dari tiga kali.


***

 
lalu katamu, sering kali doa adalah perjalanan yang dipilih para pendosa
rangkaian mantera tak putus untuk menemukan penebusan
sebab ia yang dicela bersalah, harus berani telentang di atas salib sendiri
atau rela terasing dan lebur dalam prasangka.


padahal dosa, ingatlah: siapa yang tak memiliki, boleh bebas melempar batu.

 
***


kadang kesedihan indah seperti pelangi, Sayang.
ia pahit dan berwarna-warni,
ia larik nama-nama yang menenang, tapi sumpah mati tak ingin lagi kau kenang
maka sebelum aku pergi, dengarkanlah manteraku menggema untuk yang terakhir kali: 


tolong jangan hinggap lagi, meski pengampunan tersedia tujuh puluh kali tujuh kali banyaknya.

 






You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe